Perlukah Lembaga Adat Berbadan Hukum?

JUBI – Sampai saat ini di Provinsi Papua telah bertumbuh dan menjamurnya lembaga masyarakat termasuk organisasi masyarakat sipil dan lembaga adat. Meski demikian masyarakat adat selalu mengatakan sebelum ada pemerintah dan gereja sebenarnya lembaga adat dan sistem politik tradisionalnya sudah hadir.

Lalu ada apa yang perlu bagi sebuah lembaga adat yang harus berbadan hukum? Pernyataan ini masih perlu dibahas dan dikaji lebih lanjut. Sedangkan LSM atau pun organisasi kemasyarakatan lainnya jelas secara hukum harus memiliki akte pendirian sesuai tujuan dan maksud organisasi tersebut. Lain halnya kalau lembaga adat untuk melindungi hak hak ada dan warisan pengetahuan dari leluhur baik lisan mau pun tertulis.
Kepala Badan Kesatuan Bangsa Provinsi Papua Turnip SH melalui Raymond Menanti, SH, (36) Kasubid Ormas Raymond Menanti, SH mengatakan  semua Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau Organisasi Masyarakat (Ormas) wajib berbadan hukum dan haruslah mendaftarkan organisasinya kepada pemerintah termasuk lembaga masyarakat adat di Papua. Sampai saat ini lembaga adat belum terdaftar secara resmi di Pemerintah Provinsi Papua.
“Meski semua memang tahu bahwa lembaga adat  sudah menyatu dan menjadu bagian dari masyarakat Papua. Tapi mau tidak mau lembaga adat Papua harus mendaftarkan diri secara tertulis atau resmi ke Pemerintah Provinsi Papua lebih khusus di Badan Kesbang Provinsi Papua,”ujar Menanti kepada Jubi belum lama ini.
Memang harus diakui bahwa selama ini kegiatan yang dilakukan lembaga adat termasuk Dewan Adat Papua (DAP) dalam melaksanakan aktifitasnya tidak mengganggu ketertiban dan selalu aman aman saja.
Menurut Menanti kalau lembaga adat atau pun ormas ormas tersebut  berbadan hukum maka secara tidak langsung pemerintah akan melakukan pembinaan terhadap organisasi Ormas agar dapat bertumbuh dan berkembang secara sehat dan mandiri. “Hal ini jelas dapat memberikan pengaruh positif dalam mendinamisasikan dan meningkatkan swadaya serta mendorong kreativitas masyarakat yang merupakan sumber daya manusia yang sangat potensial,” ungkap Raymond Menanti.
Memang di kalangan masyarakat khususnya di Provinsi Papua telah tumbuh dan berkembang Organisasi Masyarakat (ORMAS)/Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai tempat berhimpunnya anggota masyarakat warga masyarakat NKRI secara sukarela menyatakan dirinya atau dinyatakan sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat. Yayasan Pengembangan Masyarakat Desa (YPMD)-Papua merupakan salah satu LSM tertua di Papua yang didirikan pada 8 Desember 1984 di Jayapura. Selanjutnya tumbuh LSM lainnya termasuk Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Pt PPMA dan sebagainya. Walau sebelumnya lembaga gereja termasuk zending sudah menginjakkan kakinya di tanah Papua sejak tahun 1855 dan pembentukan lembaga gereja di Papua baru sekitar 1950 an.
Istilah LSM pertama kali di Indonesia baru dikenal dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolahan Lingkungan Hidup dan bergerak dalam hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Kemudian dalam perkembangannya ORMAS/LSM tersebut mempunyai lingkup kegiatan yang tidak terbatas pada lingkungan hidup saja. Melainkan mencakup bidang lain sesuai dengan yang diminati untuk tujuan meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat baik rohani maupun jasmani. Keberadaan dan keleluasaan berpartisipasi dan pengembangannya disatu pihak dan untuk kepentingan masyarakat dan Negara dilain pihak memerlukan iklim yang kondusif untuk dapat menolong kegairahan, kreaktivitas dan dinamika masyarakat di segala bidang. Dimaksudkan agar LSM dapat mengembangkan dirinya secara swadaya dan sekarela. Oleh karena itu LSM sebagai mitra Pemerintah perlu dibina dengan jalan memberikan bimbingan, pengayoman dan dorongan.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1986 Tetang pelaksanan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Untuk melaksanakan Undang-undang tersebut agar berlaku dimasyarakat maka harus diatur dalam peraturan pemerintah mengenai pembentukan, fungsi, hak dan kewajiban, keanggotaan dan pengurusan, keuangan, pembinaan, pembekukan dan pembubaran organisasi kemasyarakatan yang sudah ada. Pembentukan organisasi kemasyarakatan adalah salah satu perwujudan dari kemerdekaan berserikat dan berkumpul yang didasarkan atas sifat kekhususan organisasi kemasyarakatan adalah kesamaan dalam kegiatan, profesi, fungsi, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Tujuan organisasi kemasyarakatan disesuaikan dengan sifat kekhususannyang dijabarkan lebih dalam program-programnya dalam rangka mencapai tujuan nasional. Ruang lingkup keberadaannya Ormas dapat dikelompokkan berdasarkan 3 (tiga) kriteria yakni Ormas yang mempunyai ruang lingkup Nasioanal, ruang lingkup Provinsi dan ruang lingkup Kabupaten atau Kotamadya.
Jikalau sebuah  lembaga adat yang tidak berbadan hukum atau memiliki sebuah akte, sudah jelas mereka tidak bisa melakukan aktivitas yang mengakibatkan hukum. Kalau sampai  melakukan aktivitas tersebut maka akan berurusan dengan aparat kepolisian atau TNI.
Konsekuensinya adalah pemerintah akan membekukan pengurus dan Pengurus Ormas apabila Ormas tersebut melakukan:
1. Kegiatan yang menganggu keamanan dan ketertiban umum.
2. Menerima bantuan dari pihak asing tanpa persetujuan pemerintah.
3. Memberi bantuan kepada pihak asing yang merugikan kepentingan bangsa dan negara.
Apabila Ormas atau LSM yang terbentuk berdasarkan peraturan-peraturan yang tersiirat di dalam Undang-undang Ormas, baik yang berstatus hukum maupun yang tidak berbadan hukum masih malakukan aktivitasnya, maka mengetahui Pimpinan Pemerintahan dalam hal ini Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kotamadya akan melayangkan surat pemanggilan sebanyak dua kali dalam jangka waktu 10 hari. “Kalau tidak ada tanggapan dari yang bersangkutan maka Pemerintah berhak membubarkan Ormas atau LSM tersebut, “ujar Raymond di ruang kerjanya belum lama ini.
Ditambahkan  prosedur pendaftarannya sebuah lembaga masyarakat adat termasuk ormas sangatlah mudah, Ormas atau LSM haruslah mempunyai Nama Organisasi, Jenis atau Sifat Organisasinya (Politik/sosial/agama/paguyuban/seni-budaya/pemuda/olah raga), Status Organisasi (Pusat/cabang/ranting), Legalitas (SK pengurus : nomor SK, tanggal SK dan periode kepengurusan), Fotocopy Akta Pendirian (AD/ART), Visi dan Misi (Program kerja) periode berjalan, Fotocopy SK Pengurus, Fotocopy KTP dan Pasfoto 3×4 Pengurus sebanyak 2 lembar (Ketua, sekertars dan bendahara), Alamat Jelas Sekertariat (No.Tlp/E-mail) dan harus memililiki Akta Pendirian Notaris.  Sesudah mempunyai akta notaris barulah akta tersebut dilegalisi atau dicap di Pengadilan Tinggi Negeri di daerah domisili lembaga tersebut atau masing masing.
“Tentunya jangan  lupa  untuk mendaftarakan diri ke Badan Kesbang di Kota tempat domisili lembaga tersebut.. Selain itu Ormas atau LSM berkewajiban mempunyai Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, menghayati, mengamalkan dan mengamankan Pancasila serta Undang-undang Dasar 1945. Karena ini merupakan hal yang mendasar atau prinsip,” tutur Raymon Menanti.
Senada dengan Raymon Tanati, Dominggus Patti Bagian Pidana Umum di  Pengadilan Tinggi Negeri Jayapura mengatakan setiap masyarakat yang mau membuat Ormas atau LSM harus memiliki Akta Pendirian dari Notaris. “Karena itu kalau  tidak memiliki Akta Pendirian Ormas/LSM dari Notaris, maka pihak Pengadilan Tinggi Negeri yang ada di Kota masing-masing tidak akan mensahkan pendirian Ormas/LSM dan juga tidak akan diberikan cap serta legalisir surat-surat pendirian Ormas/LSM,”ujar Dominggus Patti.
Selain itu kata Raymon Tanati, pemerintah sebenarnya tidak dapat mengeluarkan dana atau bantuan terhadap lembaga yang tidak berbadan hukum. Karena Ormas/LSM tersebut belum secara resmi mendaftarkan diri kepada pemerintah. Kalau memang ada bantuan dan dari pemerintah, itu mungkin kebijakan dari pimpinan. Sebagai bawahan sudah pasti akan menuriti apa yang diperintahkan oleh atas. Biasanya Ormas melakukan ivent-ivent besar barulah mereka melapor dan mendaftarkan diri ke badan Kesbang untuk mendapatkan bantuan dana. Selama tidak ada kegiatan-kegiatan besar, maka Ormas akan bergerak sendiri. Terhitung sampai akhir tahun 2007 sekitar 200 Ormas yang terdata oleh Badan Kesbang Papua. “Dalam satu bulan yang melapor hanya satu sampai tiga Ormas, yang paling aktif melapor adalah Lembaga Dakwah Islam (LDI). Setiap ada kegiatan yang dilakukan LDI akan memberitahukan ke pihak pemerintah. Seharusnya setiap Ormas atau LSM wajib melapor dua bulan sekali,” ujar Menanti.
Dia menambahkan seharusnya wajib melapor  bagi setiap Ormas untuk mendata ulang apakah alamat sekertariat pindah dan pergantian pengurus baru Ormas/LSM tersebut.
Sebaiknya saran Menanti kepada setiap Ormas atau LSM yang telah terdaftar dan tidak terdaftar. “Kalau boleh setiap dua bulan sekali memberikan laporan kegiatan mereka selama ini. Agar Pemerintah dapat memantau setiap aktivistas dan diikut sertakan dalam kegiatan-kegiatan Ormas/LSM yang ada di Kota, Distrik, Kelurahan dan Kampung bersifat melengkapi (komplementer) terhadap program LSM, agar benar-benar bermanfaat bagi kepentingan masyarakat dan sejalan dengan pembangunan daerah dalam rangka…… pembangunan nasional. Dan juga Ormas/LSM haruslah berperan serta untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pedesaaan. Untuk itu komunikasi dan konsusltasi dilakukan secara baik atas inisiatif dari Pemerintah maupun dari Ormas/LSM yang bersangkutan sesuai dengan kebutuhan dan sejauh mungkin dapat meniadakan kendala-kendala yang menimbulkan kerugian kepentingan umum,” tuturnya.
Meskipun Lembaga lembaga adat Papua belum melapor secara tertulis dan resmi ke Pemerintah Provinsi Papua serta tidak berbadan hukum, tapi DAP sudah dimiliki oleh masyarakat Papua sejak dahulu. Sehingga apa pun yang terjadi DAP tidak dapat dibekukan atau dibubarkan oleh pemerintah. Karena DAP berbicara tentang hak-hak adat rakyat Papua. Berbicara soal hak-hak adat orang Papua, berarti berbicara soal hak-hak ulayat mencakup tanah, hutan, gunung, laut   dan udara.
Sedangkan  menurut Adolof Kogoya, anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) dari kelompok kerja adat berbadan hukum atau tidak, itu adalah pilihan dari anggota lembaga-lembaga tersebut, dan tentu setiap lembaga memiliki pertimbangannya sendiri mengenai untung ruginya. Dan juga karena lembaga adat sudah ada sebelum negara ada, sebaiknya negara harus menghargai kearifan dan pilihan dari lembaga adat ini. “ Namun MRP sendiri belum membahasnya secara resmi, seperti apakah nanti kami putuskan bahwa semua lembaga adat harus berbadan hukum atau tidak, mana yang diakui, semua itu belum kami bahas,”  ujar Kogoya.
Namun selama bekerja sebagai anggota MRP, wakil dari daerah pemilihan Lapago ini  bekerja sama dengan semua lembaga adat, baik yang memiliki akta resmi seperti LMA maupun yang tidak seperti DAP. “Konstituen kami adalah masyarakat adat yang berada paling bawah, di kampung-kampung dan yang diakui secara resmi oleh masyarakatnya. Baik ia termasuk anggota LMA, DAP atau lembaga adat lainnya sama saja,” ujar Kogoya.
Harapannya kedepan pihaknya akan membahas lebih detail lagi tentang permasalah-permasalahan tentang masyarakat adat, “Sayangnya kami  (MRP) hanya berwenang memberikan pertimbangan terhadap usul pemerintah maupun DPRP dan tidak memiliki hak untuk mengusulkan. Sehingga langkah kami sangat terbatas sekali,” katanya. Ia mencontohkan sampai saat ini 9 Perdasus yang diusulkan (walaupun bukan tugasnya) oleh MRP kepada DPRP tentang perlindungan hak-hak hidup masyarakat asli Papua belum ada kabar perkembangannya sama sekali.    (Carol Ayomi/Angel Flassy)