Budaya Merupakan Pintu Masuk Untuk Mencegah HIV dan AIDS

“Tidak ada obat untuk menyembuhkan, tapi melalui media transformasi dan informasi budaya Papua dapat mencegah penyebaran HIV dan AIDS di kalangan muda-mudi”

JUBI – Bagi masyarakat Papua pada umumnya sudah mengenal HIV dan AIDS serta Malaria merupakan penyakit yang paling ditakutkan. Kalau tidak berhati-hati maka nyawalah taruhannya. Malaria merupakan penyakit epidemik sejak dahulu, tapi kalau berbicara mengenai HIV dan AIDS sudah tentu semua orang tahu bahwa pertama kali virus ini ditemukan di Kota Mereuke tahun 1992. Penyebaran HIV dan AIDS tergolong cepat, jumlah kasus yang didapat per 31 desember 2007 adalah 3629 kasus. Diantaranya yang paling rentan untuk terkena HIV dan AIDS adalah kelompok umur 20-29 tahun. Kelompok ini merupakan kelompok anak-anak muda yang beresiko tinggi, karena selalu berganti-ganti pasangan, melakukan seks bebas serta tidak mengunakan kondom.
Untuk mencegahan penyebarannya dikalangan pemuda pihak Yayasan Pengembangan Kesehatan Masyarakat (YPKM) Papua berkerja sama dengan Dewan Kesenian Tanah Papua (DKTP) mengelar Lomba Tari dan Drama Papua Peduli AIDS tingkat Provinsi Papua. Perlombaan yang dilaksanakan di PTC Entrop, Kamis(8/5) malam , mengikut sertakan tiga group tarian asal Kota Jayapura yakni Black Paradise Dok 9 Kali, Marisi Kota Raja, Honong Waena serta Karang Taruna Waena dan direncanakan menghadirkan group tari dari PNG. Berhubung urusan VISA Group tari dari PNG belum keluarkan oleh pihak imigran PNG, maka group tari tersebut tidak bisa hadir di Papua. Perlombaan tari dan drama yang berlangsung kurang lebih dua jam, pada akhirnya Group Honong Waena berhak menjadi yang terbaik dan mendapatkan piala bergilir serta uang pembinaan Rp. 2.500.000,- serta berhak tampil dalam pembuatan film HIV dan AIDS sedangkan juara kedua Marisi kota raja, juara ketiga Black Paradise Dok 9 kali dan juara harapan diperoleh Karang Taruna Waena.
Cerita tarian drama melantunkan alunan lagu daerah Papua serta diiringi alat musik seperti gitar, juklele dan stem bass dimainkan oleh musisi-musisi Papua. Dalam cerita tari dan drama yang dibawakan ke empat peserta menceritakan tentang kisah seorang anak gadis yang selalu berganti-ganti pasangan dan menjual dirinya kerena himpitan perekonomian keluarga di pesta yosim atau pesta dansa. Pada akhirnya gadis tersebut terkena HIV dan AIDS, masyarkat, keluaraga serta pacar-pacarnya tidak menerimanya tinggal dilingkungan mereka. Gadis tersebut bingung mau kemana arah tujuan hidupnya dan Ia memohon ampun atas segala dosa-dosanya serta menyerahkan hidup sepenuhnya kedalam tangan Tuhan. Karena mau berobat kerumah sakit suster dan mantri tidak mau menerimanya. Pada saat maut menjemputnya barulah keluarga sadar bahwa mereka teleh kehingan salah satu anggota keluaraga. Barulah pihak keluarga membawa pulang jenasah gadis tersebut untuk dimakamkan. Oleh kerena itu cerita tari dan drama mau mengajak muda-mudi agar tidak menjadikan terlarut dalam budaya yosim atau pestas dansa sebagai tempat melakukan seks bebas yang tidak mengunakan kondom dan juga masalah perekonomian keluaraga jangan dijadikan alasan untuk menjual diri untuk mendapatkan uang.  Dan pada akhirnya terkena HIV dan AIDS. Tapi kalau boleh budaya yosim pancar dijadikan salah satu saran untuk menyempaikan kepada masyarakat bahwa sangatlah penting untuk pencegahan HIV dan AIDS di Tanah Papua.
Menurut Ketua KPA Provinsi drh. Constan karma, penyampaian informasi tentang HIV dan AIDS yang benar serta terus menerus. Untuk mengubah prilaku untuk upaya pencegahannya. Penyampaian informasi dan transformasi bisanya hanya melalui poster, media cetak maupun elektronik kadang kala membuat masyarakat menjadi bosan. Di perlukan terobosan-terobosan baru dalam hal penyampaian penyebaran HIV dan AIDS di bumi Papua. Sehingga pihak YPKM melakukan hal yang baik yaitu melalui group  tari dan drama, disitu mereka akan mengungkap berbahayanya HIV dan AIDS lebih menarik. Dan juga group tari dan drama dapat mensyairka atau menceritakan bahwa orang haruslah mencintai hidupnya, kalau sampai terkena HIV dan AIDS hidupnya akan sangat menderita. Selain itu juga untuk dalam cerita ini menyarakan agar Odha haruslah menjadi relawan, tutur drh. Constan Karma di sela-sela perlombaan.
Harapannya tahun depan pemerintah bisa mengangarkan dana ABPD untuk KPA Pronvisi lebih khusus ke KPA Kota agar KPA dalam melaksanakan kegiatan sepeti ini. Kegiatan seperti tidak hanya dilakukan di Kota saja, tapi bisa dilaksanakan di Distrik-Distrik sampai kampung-kampung. Karena orang di Kampug-kampung tidak akan mau mendengar namanya ceramah, pidato-pidato.
Sementara itu Novi Bonai pimpinan Group Black Paradise Dok 9 kali menjelaskan tarian yang dibawakan oleh black paradise dimaksudkan untuk menceritakan kepada masyarakat yang ada di Kota jayapura bagaimana kisah seorang anak perempuan yang bergaulan bebas dengan siapa saja  yang dikenalnya kerana himpitan ekonomi keluaraga. Sehingga anak tersebut memutuskan mencari uang sendri dengan cara yaitu menjual diri untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Pada akhirnya anak perempuan tersebut dinyatakan positif mengidap HIV dan AIDS oleh pihak rumah sakit dan waktu kembali ke keluarga, anak perempuan tersebut tidak diterima di lingkungannya karena sudah membuat aib. Sebenarnya dimata masyarakat anak perempuan itu dikenal sebagai gadis yang baik dan sopan. Tapi sesudah ketahuan mengidap HIV dan AIDS, maka akan tersebut diusir keluar dari tempat tinggalnya.Persiapannya hanya dua minggu, karena materi tersebut sudah pernah dilombakan tahun 2006 tapi dalam bentuk tari. Sekarang ini materi yang dibawakan dalam bentuk tari cerita.
Harapannya agar tahun-tahun kedepan penyelenggaran ini haruslah lebih baik dari sekarang ini. Dan waktunya jangan sampai terlambat terus. “Karena kalau perlombaan molor sampai malam hari sudah tentu masyarakat dong malas nonton. Bagaimana kita mau tunjukkan budaya kita” ujar Novi Bonai.
Black Paradise  juga berterima kasih kepada pihak YPKM, karena melalui momen ini mereka dapat mengangkat budaya Papua lewat tari, lagu dan drama. Karena melalui budaya Papua, maka HIV dan AIDS dapat dicegah sedini mungkin. Tujuannya agar masyarakat jangan mengiktimidasi Odha, karena bagaimana pun juga Odha memiliki hak untuk hidup lebih baik.
Salah satu penari wanita  group Black Paradise Dok 9 Kali yang diwawancarai oleh wartawan jubi menuturkan sebenarnya waktu pentas gugupnya minta ampun, rasa-rasanya mau pingsan saja. Apa lagi saat dituntut harus menanggis sungguhan. Harus mengelurkan dengan paksa air mata, jadi dada terasa sangatlah sakit, kepala terasa pusing sekali. Kerana harus profesional mau tidak mau harus dilakukan.
Samson Modouw (30) ketua Karang Taruna Waena menjelaskan keikut sertaan Karang Taruna Waena dalam Lomba Tari dan Senia Papua Peduli AIDS Papua untuk mengetahui secara langsung bahwa penyakit HIV dan AIDS sangatlah berbahaya. Karena selama ini pemerintah hanya menyampaikan melalui promo-promo, stiker-stiker, poster, spanduk bahkan lewat sosilisasi. Tapi pada umumnya anak-anak muda di karang taruna adalah anak-anak putus sekolah dan tidak bisa membaca. Sehingga mereka belum paham betul mengenai HIV dan AIDS. Dengan momen yang dilakukan oleh YPKM dan DKTP, pemuda karang taruna Waena akan lebih mudah mencerna maksud dan tujuan serta berhati-hati menjaga kelakuan dalam pergaulan bebas yang membawa pemuda terrinfeksi HIIV dan AIDS. Lanjut Samson, anak yang tergabung di karang taruna Waena merupakan anak jalan yang sering kali mabuk dan latar belakang mereka anak-anak nakal. “Setiap kali saya lewat dan melihat saudara-saudara dong duduk kumpul-kumpul kemudian beli minumam keras dan buat kekacauan dan mereka selalu masuk keluar penjara,” ungkap Samson Modouw belum lama ini.
Karena latar belakang kehidupan selalu menjerumus kekehidupan seks bebas dan kejahatan, maka selaku tokoh muda di daerah Waena Kampung dan sekitarnya Samson dan beberapa pemuda mendirikan karang Taruna yang sudah berjalan tiga tahun. Dengan harapan kemudian hari anak-anak ini dapat dihargai oleha masyarakat dan mereka dapat meninggalkan perbuatan yang tidak baik.
Pentas drama yang dibawakan menceritakan kondisi keluaraga yang selalu tidak harmonis antara ayah, ibu dan anak-anak. Sehingga salah satu anak dari keluarga tersebut setiap hari keluar tiap malam dan pulang hampir pagi. Kegiatan yang dilakukan anak itu adalah mabuk bersama teman-temannya dan pergi ketempat pesta dansa sehinggga melakukan seks bebas. Pada saat orang tuanya sadar bahwa anaknya telah jauh terjerumus dalam pergaulan bebas, mereka mencoba untuk membawa pulang anak tersebut. Tapi kenyataannya anak mereka telah terinfeksi HIV dan AIDS dan pada akhirnya anak remaja itu meniggal dunia. Barulah keluarga dan masyarakat tahu bahwa penting menjaga anaknya agar tidak terjerumus kedalam pergaulan bebas, kata Modouw di PTC Entrop.
Samson meminta kepada pemerintah agar memperhatikan karang taruna Waena. Karena yang paling banyak terlibat adalah anak-anak yang putus sekolah dan anak-anak jalanan. Pemuda disini juga perlu terlibat dalam pembangunan. Kalau mereka diberi kesempatan untuk membangun sesuia dengan potensi yang dimilikinya, maka pemuda-pemuda Papua akan meninggalkan cara hidupnya yang lama yakni mabuk-mabukan dan pergaulan bebas. Dengan momentum ini Samson Modouw mengharapkan teman-teman pemuda karang taruna Waena bisa menjaga prilaku yang menjerumus ke seks bebas. Karena penyesalan itu datangnya selalu terlambat.
Ketua YPKM Tahi Butar butar mengatakan acara ini dilakukan untuk menanggulangi HIV dan…… AIDS di Kota Jayapura. Ini merupakan lanjutan lomba tari yang sudah dilakukan dua kali yakni tahun 2005 dan tahun 2006. Sedangkan tahun 2007 tidak dilaksanakan karena masalah dana, sehingga pada tahun 2008  ini tepatnya bulan Mei barulah YPKM bersama Dewan Kesenian Tanah Papua dapat menyelenggarakan ivent ini. Lebih lanjut ivent ini merupakan strategi untuk menyampaikana pesan HIV dan AIDS kepada masyarakat dalam kearifan budaya Papua. Karena kalau hanya melalui sosilisasi saja tidak bisa menyentuh masyarakat.
“ Oleh karena ini budaya merupaka solusi yang paling terbaik. Apa lagi dibawakan oleh kaum muda, karena kelompok generasi muda Papua adalah kelompok yang rawan terinfeksi. Untuk itu keterlibatan kaum muda lebih besar mamfaatnya dalam perlombaan tari dan drama. Agar masyarakat Papua membuka mata lebar-lebar bahwa kelompok muda Papua sudah sangat perduli dengan situasi HIV dan AIDS yang angkanya semakin berkembang pesat dari tahun-ketahun,“ ungkap Pria asal Batak ini.
Tujuan diselenggarakan kegiatan ini untuk memberikan satu wadah melalui media informasi kepada masyarakat yang paling bawah atau masyarakat akar rumput. Dimana masyarakat golongan bawah kurang paham akan HIV dan AIDS. Di samping itu masyarakat yang menonton kegiatan ini dapat mengubah prilaku seks beresiko tinggi dan tidak beraganti-ganti pasangan. Karena masyarakat akar rumput lebih paham kalau diberitahukan melalui tari, lagu dan drama.
Ditambahkannya, juara pertama akan mendapatkan uang binaan Rp. 2.500.000,- dan berhak untuk tampil dalam pembuatan film tentang HIV dan AIDS.
Tahi Butar butar sangat mengharapakan setiap group yang mengikuti perlombaan dapat menunjukkan suatau tarian dan drama yang berbobot dan benar-benar memberikan informasi kepada masyarakat akar rumput. (Carol Ayomi)